phaus.org – Asal Usul Candi Plaosan: Romansa Batu di Tanah Jawa! Di ujung timur Yogyakarta, berdiri megah sepasang candi yang tak cuma menampung sejarah, tapi juga mengendapkan kisah cinta yang melebihi dongeng. Namanya Candi Plaosan, sebuah mahakarya dari abad ke-9 yang hingga kini masih jadi saksi bisu romansa di tengah tanah Jawa.

Walau banyak candi lain menjulang dengan megahnya, Plaosan punya keunikan yang susah di tiru. Bukan cuma karena bentuknya, tapi juga karena kisah di baliknya. Bahkan, tiap ukiran di di ndingnya seolah mengandung bisikan dua hati yang bersatu walau berbeda keyakinan.

Sejarah yang Melekat di Tiap Celah Batu

Candi Plaosan bukan sekadar peninggalan masa lalu. Ia tumbuh dari tangan cinta dan keteguhan dua penguasa besar: Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani. Rakai Pikatan adalah raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, sementara Pramodhawardhani berasal dari wangsa Syailendra dan memeluk agama Buddha. Dua dunia berbeda, namun justru dari perbedaan itulah muncul karya luar biasa.

Dibandingkan dengan candi lain di sekitarnya, Plaosan menyimpan energi yang terasa lebih lembut namun kuat. Banyak peneliti bahkan percaya bahwa pembangunan candi ini adalah simbol penyatuan, bukan hanya antara dua kekuasaan, tapi juga dua ajaran yang berbeda namun harmonis.

Ukiran Tak Sekadar Dekorasi

Begitu mendekat ke bangunan utamanya, ukiran di sekeliling di nding seolah menyambut dengan cerita. Ada relief Buddha, ada juga dewa-dewa Hindu. Hal ini jelas mencerminkan semangat toleransi dari masa lalu. Bahkan, beberapa arca di temukan dengan ekspresi yang lebih lembut dari biasanya—seolah seniman waktu itu ingin menyampaikan emosi, bukan sekadar ukiran.

Uniknya, tidak semua ukiran menampilkan tokoh agama. Ada juga gambaran tentang kehidupan sehari-hari, seperti petani, penari, dan pengrajin. Ini menunjukkan bahwa Plaosan bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga ruang hidup dan seni.

Lihat Juga :  Buaya Putih: Benarkah Jelmaan atau Fenomena Alam?

Lokasi yang Diam-Diam Penuh Makna

Asal Usul Candi Plaosan: Romansa Batu di Tanah Jawa!

Terletak di Desa Bugisan, Klaten, Candi Plaosan berdiri di tempat yang strategis, tidak terlalu jauh dari Prambanan namun tetap memiliki auranya sendiri. Banyak yang bilang, Plaosan seperti ‘adik manis’ dari Prambanan. Walau tak semegah saudaranya itu, Plaosan justru punya pesona yang lebih halus dan dalam.

Tiap kali matahari terbit dari balik candi, siluetnya terlihat seperti lukisan. Dan saat sore menjelang, cahaya keemasan menyelimuti batu-batu tua itu, menjadikannya panggung sempurna bagi kisah cinta yang tidak pernah lekang oleh waktu.

Dua Candi, Satu Cerita

Plaosan di bagi menjadi dua bagian utama: Plaosan Lor (utara) dan Plaosan Kidul (selatan). Keduanya berdiri saling menghadap, seolah tengah menyampaikan bisikan sunyi satu sama lain. Walau Plaosan Lor lebih terawat dan sering di kunjungi, Plaosan Kidul menyimpan keheningan yang menyentuh hati.

Banyak pasangan yang datang ke sana bukan cuma karena keindahannya, tetapi juga karena mereka ingin ‘mengikat’ cerita cinta mereka di tempat yang dulunya di bangun oleh cinta sejati. Sebuah romansa masa lalu yang terus hidup di masa kini.

Bukti Cinta yang Meninggalkan Jejak

Candi Plaosan bukan di bangun dengan dana biasa, melainkan dengan dedikasi yang luar biasa. Dalam masa yang belum mengenal teknologi modern, para pekerja zaman itu mengukir batu demi batu dengan tangan. Mereka tak hanya menciptakan bangunan, tapi juga membentuk simbol kasih yang kekal. Maka dari itu, ketika kita melangkah di antara bangunannya, kita bukan hanya berjalan di antara batu, tapi juga di antara waktu dan rasa.

Tradisi Lokal yang Tak Hilang

Menariknya, masyarakat sekitar tetap menjaga hubungan mereka dengan Candi Plaosan. Ada berbagai kegiatan lokal yang rutin di lakukan di sekitar kompleks candi, dari pertunjukan seni sampai upacara kecil sebagai bentuk penghormatan. Suasana ini menambah warna, menjadikan Plaosan bukan sekadar tempat kunjungan, tapi ruang hidup yang berdetak bersama zaman.

Lihat Juga :  Lubang Buaya dan Jejak Sejarah Paling Kontroversial di Indonesia!

Kesimpulan: Cinta Tak Selalu Harus Sama, Tapi Bisa Satu

Candi Plaosan menyampaikan satu hal penting: bahwa cinta sejati bukan soal kesamaan, tapi kemauan untuk berdampingan. Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani membuktikan itu, dan jejak cinta mereka kini membatu dalam bentuk arsitektur luar biasa. Bagi siapa pun yang datang ke sana, Plaosan bukan sekadar tempat foto, tapi ruang untuk meresapi. Ada romansa, ada sejarah, dan tentu saja, ada harapan bahwa keragaman selalu bisa di satukan asal ada cinta dan kesungguhan.