phaus.org – Asal Usul Danau Semayang: Kisah Air Tak Pernah Surut! Di tengah rimba Kalimantan Timur, terhampar tenang sebuah danau yang selalu mengundang tanya. Bukan hanya karena ukurannya yang luas, melainkan karena satu hal unik: airnya seakan enggan surut. Bahkan ketika sungai-sungai kecil di sekitarnya kering kerontang, Danau Semayang tetap bergeming. Dan di balik di amnya, tersimpan kisah lama yang masih di ceritakan dari mulut ke mulut.
Konon katanya, danau ini bukan sekadar cekungan berair. Ia adalah saksi dari peristiwa besar yang dulu mengguncang alam, mengubah nasib orang, dan meninggalkan jejak yang tak bisa di hapus begitu saja.
Airnya Tak Surut, Karena Dendam yang Tak Pupus?
Kalau orang lokal di tanya kenapa danau ini selalu penuh, jawabannya bisa bikin merinding. Cerita beredar bahwa dulu sekali, tanah di sekitar danau ini pernah jadi kampung yang makmur. Namun, keserakahan manusia malah jadi awal bencana.
Dikisahkan, ada seorang pemuda sakti yang jatuh cinta pada gadis desa. Sayangnya, cintanya di tolak mentah-mentah. Sang pemuda yang hatinya patah pun murka, lalu mengetuk tanah dengan tongkatnya sambil mengucap sumpah. Seketika itu juga, hujan turun deras berhari-hari, membanjiri desa hingga tenggelam total.
Anehnya, sejak kejadian itu, air tak pernah benar-benar surut. Seolah-olah tanah itu telah di meteraikan oleh emosi yang terlalu dalam. Kini, tempat yang dulu penuh tawa berubah jadi danau luas, dan hanya cerita yang tersisa.
Burung-Burung Jadi Penjaga
Walau suasananya kadang bikin bulu kuduk berdiri, Danau Semayang tetap hidup. Bukan cuma oleh airnya, tapi juga oleh kehadiran burung-burung langka yang seakan tak mau pergi. Mereka datang dan pergi mengikuti musim, tapi tak pernah absen terlalu lama.
Warga percaya burung-burung ini adalah reinkarnasi dari jiwa-jiwa desa lama, yang tak pernah meninggalkan tempatnya. Mereka terbang rendah saat senja, seolah ingin memastikan bahwa danau ini masih di jaga, meski manusia kerap melupakannya.
Nelayan Menolak Pindah
Meski tempat lain menawarkan hasil yang lebih mudah, para nelayan lokal tetap bertahan di sekitar Danau Semayang. Alasannya tidak sekadar karena ikan. Mereka merasa punya ikatan yang tak bisa di putus begitu saja. Setiap pagi, suara dayung pelan memecah kesunyian, pertanda bahwa hidup masih berlangsung seperti biasa.
Bahkan saat cuaca sedang gila, dan angin membuat air danau berombak liar, mereka tetap pergi melaut. Bukan nekat, melainkan percaya. Karena menurut mereka, selama niat baik, danau ini tidak akan pernah menenggelamkan anaknya sendiri.
Ritual Malam Bulan Purnama
Uniknya, setiap malam bulan purnama, warga sekitar biasa menggelar upacara kecil. Mereka tidak menyembah danau, tapi memberi tanda bahwa mereka masih ingat pada cerita lama. Lilin-lilin kecil di letakkan di pinggiran air, lalu di biarkan hanyut perlahan.
Saat itu, suasana berubah magis. Angin jadi lebih lembut, suara kodok terdengar serempak, dan air danau seolah ikut bernyanyi. Beberapa warga mengaku pernah melihat bayangan wanita berambut panjang berdiri di kejauhan, tapi tak ada yang berani memastikan. Yang jelas, semua pulang dengan hati lebih tenang.
Kesimpulan: Danau yang Penuh Rasa, Bukan Sekadar Air
Danau Semayang bukan cuma cekungan luas yang penuh air. Ia adalah kumpulan cerita, emosi, dan kenangan yang tak pernah benar-benar hilang. Airnya yang tak surut adalah simbol dari sesuatu yang lebih besar bahwa alam punya cara sendiri untuk menjaga sejarah tetap hidup.
Dalam setiap riak yang terbentuk, ada bisikan masa lalu yang terus berputar. Dan mungkin, selama masih ada yang percaya dan merawatnya, danau ini akan tetap menjadi tempat yang penuh rasa, bukan sekadar panorama.